Rendra dan Sajak untuk Pemimpin

10.23 0 Comments

 Kamu tidak bisa mengganti nuraniku dengan peraturan Adalah tugasmu untuk membuktikan bahwa kebijaksanaanmu pantas mendapat dukungan tapi dukungan tidak bisa kamu paksakan. Adalah tugasmu menyusun peraturan yang sesuai nurani kami, kamu wajib memasang telinga, selalu
Kamis 19 Maret 2015, Edukasi Online memuat berita tentang Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) didatangi oleh beberapa mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Peduli FITK. Mereka menyuarakan tidak adanya transparasi dan permasalahan yang ada dalam birokrasi. Mulai dari pengambilan kebijakan yang tanpa melibatkan mahasiswa, birokrasi yang anti kritik dan sistem administrasi yang semrawut. Kasus ini merupakan gambaran tentang masyarakat umum yang menyuarakan aspirasinya kepada pemimpin.
Jauh-jauh hari W.S Rendra berisyarat melalui puisinya terhadap negara, seorang pemimpin harus selalu memasang telinga, sehingga tak ada lagi istilah “kurang transparan”. Puisi ini berisyarat bahwa sebuah peraturan harus sesuai dengan nurani rakyat. Jika peraturan dipaksakan, maka datanglah kehancuran.
Kehancuran timbul karena kelalaian seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan, Pengambilan kebijakan harus disertai kepekaan lingkungan, sehingga peraturan menjadi pengendali masyarakat. W.S Rendra mengibaratkan kepekaan disimbolkan melalui hewan “Ayam, srigala, macan, ataupun gajah, semua peka terhadap wilayah mereka masing-masing”. Selain itu, pemimpin harus senantiasa berfikir bahwa masyarakat merupakan ladang ilmu.
Masyarakat dalam falsafah kepemimpinan jawa diibaratkan sebuah pohon yang hidup di hutan. Pohon dapat memberi corak pada hutan, begitu juga dengan masyarakat, dapat memberi corak dan ilmu bagi para pemimpin untuk lebih baik. Melalui kritikan dan saran secara tidak langsung masyarakat memberi ilmu, bisa dikatakan juga sebagai guru bagi pemimpin melalui hal-hal yang dianggap kurang sedap dipandang. Seperti demo atau lain sebagainya.
Sajak lain W.S Rendra menyebut masyarakat adalah guru yang mempunyai hati nurani. Sedangkan hati nurani sendiri bukanlah adat istiadat tetapi roh yang senantiasa tumbuh oleh karena itu seoarang pemimpin harus memiliki laku. Laku ini bisa diartikan bahwa pemimpin harus bisa mengolah kepekaan akan pertumbuhan nurani tersebut. dengan begitu kebijakan yang disahkan tidak dianggap nyeleneh oleh masyarakat.
Lalu bagaimana dengan mahasiswa? Kampus merupakan salah satu miniatur dari sebuah negara, jadi mahasiswa tak berbeda jauh dengan masyarakat. Bila sebuah masyarakat dalam sebuah negara hanya bersifat apatis, maka negara tersebut dalam pandangan  W.S Rendra hanya sebuah kuburan.
Mari kita tumbuhkan kesadaran sifat kritis untuk kemajuan bersama. Inilah saatnya kita duduk bersama, tidak untuk seragam tapi membuat agenda bersama. Inilah saatnya kita melihat pohon-pohon yang tumbuh dalam jendela terbuka.
aziz afifi 
(lpmedukasi.com)

afifi

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar: