Upaya Pembuatan Mitos “Angker” pada Kampus
Dok. Internet |
“Kampus kayak
kastil...,” celetuk dari mas Kelana (anggota SEBUMI), saat mendiskusikan sedikit
tentang jam malam yang terjadi di berbagai kampus. Saya sendiri kurang paham
memang, kenapa menyebut seperti kastil. Bisa saja- ini berdasarkan penangkapan
saya- kastil merupakan benda antik dan angker. Tentu dengan kesan kemegahannya
ataupun kesan kerajaan bahkan kunonya. Kastil bisa dibilang angker.
Jika
kita melihat beberapa acara telivisi, kastil atau benteng (terutama di
Indonesia) biasanya dijadikan tempat uji nyali. Pun di luar negri, beberapa
kastil di cap dengan keangkerannya. Dengan mitos-mitos tertentu, semisal adanya
wanita bunuh diri.
Bagaimana
dengan kampus? Beberapa kampus yang di cap dengan angkerannya banyak. Tidak
kalah angkernya dengan kastil atau benteng. Tetapi kampus yang di cap seperti
itu kita bisa baca beberapa artikel, dan itu terjadi diluar negri.
Tapi
saya pernah dengar, di pengajian sorogan bersama guru saya, Imam As’ad. Ia pernah menjelaskan kepada kami
–siswanya- dan menyangkutkan keangkeran tempat belajar berdasarkan hadis. entah
apa hadisnya , saya tidak paham kalau masalah dalil. Kurang lebihnya seperti
ini: bahwa dulu nabi pun membangun masjid diatas kuburan. Karena masjid pada
zaman dulu tidak hanya sebagai tempat ibadah, juga sebagai tempat berdiskusi.
Itu sebabnya beberapa lembaga pendidikan (tempat ilmu) dan masjid, bisa memberi
kesan angker.
Bagaimana
hal itu terjadi? Jika kita amati saja, dipelbagai sekolah atau lembaga
pendidikan di indonesia menggunakan sistem “tutup gerbang” pada malam hari. Mau
tidak mau, bangunan yang terlihat besar akan terlihat sepi. Dan disitulah kesan
angker kemudian tercipta. Misalkan saja UNNES, pun mengalami kesan itu, karena
universitas negeri semarang ini menggunakan sistem “tutup gerbang” pada malam
hari.
Hal
yang sama- guna meng-angkerkan kampus, sudah terjadi di UIN Walisongo
yang memberlakukan tutup gerbang pada jam 10 malam. bahkan untuk membuat kesan
angkernya, mereka menggunakan satpam yang terlatih- katanya. Kenapa saya bilang
begitu? Memang pada awalnya mereka mengambil satpam dari warga sekitar. Hal ini
juga turut disayangkan. Mereka yang
semula memberi pekerjaan bagi warga, malah mematikannya.
Pada
akhir-akhir ini juga yang tak santer di rundingkan beberapa mahasiswa
yaitu itu mengenai jam malam pada PKM (pusat kegiatan mahasiswa). Bukankah hal
ini tidak dibilang upaya kesan angker di kampus? Jika pkm sebagai tempat
diskusi, tempat nongkrong para intelektual muda ini di berlakukan jam, betapa
angkernya kampus. Sepi.
Tetapi
hal lain juga yang perlu dikaji untuk kebijakkan ini, tidak semua UKM,
mempunyai kebutuhan yang sama. Misalnya Edukasi, bisa dikatakan memerlukan PKM
untuk diskusi dan lemburan saat buat majalah. Atau UKM BETA, yang perlu latihan
juga. Berbeda dengan hmj atau lain-lainnya.
Tapi
apakah kesan “TUTUP GERBANG” malam itu akan membuat UIN Walisongo mendapat
gelar, kampus seperti kastil terseram? Menurut saya itu mustahil. Kenapa karena
kastil mempunyai hal-hal yang saya sebutkan diatas. Tapi tak kira (meminjam
kata-kata mas Baihaqi), malah akan membuat kampus seperti gubuk yang angker
(ini dari saya sendiri), bukan kastil.
Sebenarnya
saya tidak pernah kefikiran tentang hal ini- maksut saya tentang jam malam atau
kampus yang angker laksana kastil. Tapi begitu tantangan yang biasa kami
lakukan setiap seminggu sekali ini di lontarkan dan mengambil tema “PKM”
sebenarnya. Membuat saya resah dan gelisah saya untuk menulis tambah memuncak.
Sebagai
penutup saya akan mengambil kata-kata Soe Hok Gie dalam catatan hariannya, “YANG TAK TAHAN KRITIK BOLEH MASUK KERANJANG
SAMPAH”
Itu
dari saya...dan terimakasih sudah membaca.
0 komentar: