Upaya Pembuatan Mitos “Angker” pada Kampus

14.24 0 Comments

Dok. Internet

“Kampus kayak kastil...,” celetuk dari mas Kelana (anggota SEBUMI), saat mendiskusikan sedikit tentang jam malam yang terjadi di berbagai kampus. Saya sendiri kurang paham memang, kenapa menyebut seperti kastil. Bisa saja- ini berdasarkan penangkapan saya- kastil merupakan benda antik dan angker. Tentu dengan kesan kemegahannya ataupun kesan kerajaan bahkan kunonya. Kastil bisa dibilang angker.
Jika kita melihat beberapa acara telivisi, kastil atau benteng (terutama di Indonesia) biasanya dijadikan tempat uji nyali. Pun di luar negri, beberapa kastil di cap dengan keangkerannya. Dengan mitos-mitos tertentu, semisal adanya wanita bunuh diri.
Bagaimana dengan kampus? Beberapa kampus yang di cap dengan angkerannya banyak. Tidak kalah angkernya dengan kastil atau benteng. Tetapi kampus yang di cap seperti itu kita bisa baca beberapa artikel, dan itu terjadi diluar negri.
Tapi saya pernah dengar, di pengajian sorogan bersama guru saya,  Imam As’ad. Ia pernah menjelaskan kepada kami –siswanya- dan menyangkutkan keangkeran tempat belajar berdasarkan hadis. entah apa hadisnya , saya tidak paham kalau masalah dalil. Kurang lebihnya seperti ini: bahwa dulu nabi pun membangun masjid diatas kuburan. Karena masjid pada zaman dulu tidak hanya sebagai tempat ibadah, juga sebagai tempat berdiskusi. Itu sebabnya beberapa lembaga pendidikan (tempat ilmu) dan masjid, bisa memberi kesan angker.
Bagaimana hal itu terjadi? Jika kita amati saja, dipelbagai sekolah atau lembaga pendidikan di indonesia menggunakan sistem “tutup gerbang” pada malam hari. Mau tidak mau, bangunan yang terlihat besar akan terlihat sepi. Dan disitulah kesan angker kemudian tercipta. Misalkan saja UNNES, pun mengalami kesan itu, karena universitas negeri semarang ini menggunakan sistem “tutup gerbang” pada malam hari.
Hal yang sama- guna meng-angkerkan kampus, sudah terjadi di UIN Walisongo yang memberlakukan tutup gerbang pada jam 10 malam. bahkan untuk membuat kesan angkernya, mereka menggunakan satpam yang terlatih- katanya. Kenapa saya bilang begitu? Memang pada awalnya mereka mengambil satpam dari warga sekitar. Hal ini juga turut disayangkan.  Mereka yang semula memberi pekerjaan bagi warga, malah mematikannya.
Pada akhir-akhir ini juga yang tak santer di rundingkan beberapa mahasiswa yaitu itu mengenai jam malam pada PKM (pusat kegiatan mahasiswa). Bukankah hal ini tidak dibilang upaya kesan angker di kampus? Jika pkm sebagai tempat diskusi, tempat nongkrong para intelektual muda ini di berlakukan jam, betapa angkernya kampus. Sepi.
Tetapi hal lain juga yang perlu dikaji untuk kebijakkan ini, tidak semua UKM, mempunyai kebutuhan yang sama. Misalnya Edukasi, bisa dikatakan memerlukan PKM untuk diskusi dan lemburan saat buat majalah. Atau UKM BETA, yang perlu latihan juga. Berbeda dengan hmj atau lain-lainnya.
Tapi apakah kesan “TUTUP GERBANG” malam itu akan membuat UIN Walisongo mendapat gelar, kampus seperti kastil terseram? Menurut saya itu mustahil. Kenapa karena kastil mempunyai hal-hal yang saya sebutkan diatas. Tapi tak kira (meminjam kata-kata mas Baihaqi), malah akan membuat kampus seperti gubuk yang angker (ini dari saya sendiri), bukan kastil. 
Sebenarnya saya tidak pernah kefikiran tentang hal ini- maksut saya tentang jam malam atau kampus yang angker laksana kastil. Tapi begitu tantangan yang biasa kami lakukan setiap seminggu sekali ini di lontarkan dan mengambil tema “PKM” sebenarnya. Membuat saya resah dan gelisah saya untuk menulis tambah memuncak.
Sebagai penutup saya akan mengambil kata-kata Soe Hok Gie dalam catatan hariannya,  “YANG TAK TAHAN KRITIK BOLEH MASUK KERANJANG SAMPAH”

Itu dari saya...dan terimakasih sudah membaca.  

  

afifi

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar: