Oeroeg; Kisah Antara Kolonialisme Dan Kenangan Masa Kecil

14.05 0 Comments


Nama buku  :Oeroeg
Pengarang : Hella S Shassee
Tebal buku : 144 hal
Penerbit       : Gramedia
Resensator     : aziz afifi

Persahabatan yang kembali di telusuri oleh seorang belanda inilah kesan yang diangkat oleh Hella S Hasse. Ia memberi judul bukunya dengan Oeroeg, sesuai tokoh utama yang benar-benar ingin dihidupkan dari masa lalu. Buku ini secara tidak langsung mewarnai sudut pengalam atau pembacaan sejarah yang berbeda yaitu berbentuk fiksi. Meski sejarah dan fiksi adalah hal yang berbeda, namun pada buku ini penulis seolah menjadi tokoh dalam bukunya, sehingga buku ini semacam catatan pribadi penulis. Ditambah lagi karya ini diterbitkan pada tahun 1948, dimana bangsa kita baru segar-segarnya menghirup kemerdekaan.   
            Mengambil sudut pandang sebagai “aku”, penulis mengambil latar masa penjajahan di Indonesia. Kisah ini dimulai saat penulis kembali mengenang teman kecilnya di Indonesia. Oeroeg namanya, merupakan putra sulung mandor ayah si “aku” yang berposisi sebagai administrateur hutan jati. Kenangan persahabatnya itupun dimulai saat ibu si “aku” dan Oeroeg sama-sama mengandung, lantas mereka seolah anak kecil pada umumnya bermain bersama-sama dalam pengawasan seorang ibu.
            Layaknya kisah persahabatan masa kecil, petualang mewarnai buku ini. Mulai dari perburuan batu akik, kepiting sampai binatang buas di hutan saat mereka bertambah dewasa. Si “aku” juga sering berpergian dan menginap di rumah sahabat kecilnya, meskipun mereka memilik strata berbeda. Namun tingkah polos ala anak kecil tetap terekam dan tercatat oleh Hella seolah pengalaman dari dirinya sendiri.
            Selain itu, hella tak mungkin menanggalkan perbedaan diantara keduanya. Perbedaan strata –inlander dan belanda- inilah yang kemudian menjadi konflik yang menarik antara kedua sahabat ini. Pencitraan inlander yang mempunyai pekerjaan kasar di limpahkan ke Oeroeg lebih hitam, liat, bertubuh kekar dan pendek. Dan si “aku” menggambarkan dirinya sebagai bangsawan, selalu berpakaian bersih, rapi dan memiliki kesopanan sesuai norma yang ada.
            Perbedaan ini tidak hanya digambarkan dalam bentuk fisik saja, melainkan ditunjukkan melalui psikologi. Mulai dari bagaimana mereka berdua memperlakukan hewan buruannya. Seperti saat menangkap kepiting, dimana si tokoh “aku” lebih suka mempermainkan dan tokoh Oeroeg hanya memandangnya. Bentuk lain yang dituangkan dalam buku ini adalah Oeroeg menahan kebahagiaan dengan penjelasan “ia tidak pernah membuka mulut saat terlalu bahagia, ia hanya berayun”.
            Mungkin dalam bentuk semacam ini, Hella ingin menunjukkan betapa perbedaan perilaku orang terjajah dan menjajah. Saat orang terjajah akan bersifat lebih pasrah dan menyerah pada keadaan, tentu dampak ini akan panjang sampai dewasa. Seperti yang kita alami sekarang, meskipun sudah merdeka hampir setengah abad, kita masih memiliki sikap yang pasrah juga selalu “nunduk” bila ada bule.
            Persahabatan itu akhirnya menemui beberapa ujianya. Saat si “aku” dilarang bermain dengan Oeroeg oleh ayahnya, karena dianggap memberi pengaruh yang buruk, seperti mempengaruhi tingkah yang kurang sopan saat makan. Konflik itulah yang lantas dikemas dalam dialog si “aku” dan ibunya sebagai gambaran kejujuran seorang bocah dalam persabatan.
“lebih tinggi atau lebih rendah karena kulit wajahmu atau karena siapa ayahmu- itu omong kosong. Oeroeg kawanku, kan?”
“kalau ia kawanmu-bagaimana bisa ia lebih rendah dibanding kau atau yang lainnya?”
Lantas pada puncaknya, konfik itu harus berakhir saat perbedaan idiologi diantara mereka. Mereka berpisah saat terjadi pertempuran. Oeroeg adalalah pejuang kemerdekaan dan si “aku” adalah turis yang telah lama menetap dan harus segera angkat kaki. kemudian disanalah seolah si “aku” digambarkan dengan beberapa pertanyaan tentang hidupnya, tentang ia kehilangan dari hidupnya.

Sisi Lain
            Pada bentuk lain, buku ini adalah karya sastra yang jenius. Mampu menampakkan bagaimana secara detail susana disana. Meskipun dalam pengakuan Hella sendiri, ia tidak pernah merasakan itu. Tapi tidak berhenti disitu saja sisi kejeniusan karya sastra ini. Bagaimana pengalaman masa kecil itu benar-benar nyata. Mungkin saja kita boleh menduka pengalaman di dapat penulis dari dialog dengan dirinya sendiri, namun hal itu sangat berhasil dalam menampak kegemilangan masa kanak-kanak kita sebagai pembaca. Mulai dari petualang yang terekam saat perburuan dan berkejaran dihalaman, sampai pada titik dimana kita tidak mampu menangkapnya dengan jelas. Seperti kita tidak pernah tahu bagaimana kita benar-benar bersikap dewasa dan menjadi orang dewasa.
            Dengan pertimbangan itulah, kau harus membaca buku ini sebagai peringatan mengembalikan masa kecilmu yang bahagia itu, sebelum kau kehilangannya terlalu jauh.




  2017

afifi

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar: