Mendongeng Perihal "Bunga Kelapa"
dok. internet |
Beberapa kelok ombak menerangkan betapa manisnya pantai saat ini. dengan cahaya matahari yang siap menghangatkan penduduk desa. Dari persawahan burung-burung sedang ribut dengan cicit anaknya di pohon “jaranan”. Para lelaki siap dengan cangkul, sabit dan kranjang mereka.
Selamat pagi,
kemudian itulah rasanya ucapan yang pas menyapa kampung halamanku. Desa Manggar
namanya, dengan cuaca khas kota Rembang -panas dan gersang- tak heran jika
beberapa desa sudah mulai dengan masa tanam padi, tapi desaku belum apa-apa.
Kenapa manggar?
Pertanyaan itu yang masih belum terjawab sampai sekarang olehku dan beberapa
anak sebaya dengan ku. Jika sewaktu-waktu kalian bertanya pada orang-orang
disana kenapa desa manggar? Mungkin jawaban yang akan disampaikan sangat
beragam.
Jawaban pertama
mungkin yang akan anda temui adalah legenda mengenai beberapa cerita tentang Sunan
Bonang. tak khayal memang jika desaku dikaitkan dengan Sunan Bonang. karena tak
jauh dari wilayah desaku, terdapat pasujudan sunan bonang yang terdapat di desa
Bonang, Lasem.
Legendanya dimulai
dari pengejaran Sunan Bonang terhadap Blacak Ngilo, siapakah dia? Adalah pertanyaan
besar sampai saat ini. orang-orang sekitar hanya menggambarkan bahwa Blacak
Ngilo adalah orang yang jahat itu saja. lanjut cerita, akhinya mereka bertemu dan
terjadi pertempuran sengit. Blacak Ngilo pun akhirnya kalah dalam pertempuran
tersebut dan dia kemudian bersembunyi dalam bunga kelapa (manggar). Itulah asal
mula nama desa saya yang di ceritakan oleh Abdul Chamim (guru mts saya).
Hal lain yang
mungkin menarik bagi saya selain asal-usul nama adalah mitos yang beredar bahwa
dulu pernah ada naga yang sedang meminum lautan. Hingga datanglah Sunan Bonang
yang memukulnya hingga menjadi batu. Sekarang batu yang mirip naga itu di namai
Watu Nogo yang terletak di bagian utara desa. Persis tepat ditebing yang
menghadap ke pantai.
Tetapi perkara
yang perlu digaris bawahi perihal desa saya adalah perekonomiannya. Mulai tahun
1996 sampai sekarang, desa manggar adalah pengirim TKI rutinan setiap tahun. Mulai
dari remaja 16 tahun atau sampai 40 tahun. Tak jarang juga ada yang menetap dan
menjadi warga negara disana.
Negara Malaysia
adalah primadona dan impian remaja saat ini. negara yang menyuguhkan pekerjaan
dan ganji yang cukup menggiurkan adalah faktor utama mereka datang kesana. Selain
itu mereka juga tak usah repot-repot belajar bahasa asing, seperti halnya di
hongkong atau timur tengah.
Perbedaan yang
menonjol dari kegiatan ini dulu sampai sekarang terlihat bagaimana mereka masuk.
Kalau dulu mereka masuk secara ilegal dengan konsekuensi harus uber-uberan
sama polisi. Tapi berangsurnya waktu kesadaraan itu tumbuh. Mengenai jalur
masuk yang mereka tempuh saat masih ilegal, beberapa dari mereka pernah
bercerita, jalur untuk masuk kesana melalui jalan tikus. Biasanya di Batam dan Kalimantan.
Ketika mereka
masuk dengan cara yang legal juga ada biaya yang diperlukan. Untuk mengurus
surat izin berupa paspor dan lain sebagainya mereka harus merogoh kocek
sedikitnya sepuluh juta. Dan mereka juga harus melewati juga cek kesehatan atau
medis. Tak sedikit dari mereka gagal dalam tahap ini dan tidak jadi berangkat. Kesehatan
yang banyak disoroti seperti jantung, paru-paru dan riwayat kesehatan lainnya.
Tentu dari
kegiatan keluar masuknya meraka kenegara orang ini juga memberi dampak untuk
desa saya. Perekonomian yang semakin membaik dan tak jarang dari salah satu TKI
bisa baca dan menulis karena kegiatan yang mereka lakukan. Semisal bapak saya. Karena
desakan dari petugas imigrasi, beliau dapat menulis dan membaca namanya
sendiri. Tapi perlu disayangkan juga beberapa dampak negatifpun tak kalah
merepotkan. Seperti halnya konsuntif dan individualis khas metropolitan.
Sekarang matahari
telah redam dan siap mengusir gerah, ia jatuh tepat dibaris paling belakang
dari gulungan ombak-ombak yang tampak kuning itu. Angin malam lantas siap
melarung keindahannya dan kapal-kapal jauh ke utara bumi. Pohon-pohon “jaranan”
yang tampak hijau kini berubah menjadi sosok wanita jangkung yang lenyap dalam
kelapan. Cicit burung kini tergantikan dengan pelukan hangat para ibu-ibu yang
sibuk menimang bayinya. Dan para lelaki sibuk dengan hidangannya- obrolan, kopi
dan rokok.
0 komentar: