La Dauce Folie (lanjutan)
Aku terbangun,
beberapa hal terasa aneh dan kepalaku sangat pening. Memang yang tampak beda
secara melela yaitu ketiadaan matahri. Udara dingin sore, merasuk di
pagar-pagar rumah dan orang-orang baru saja pulang kerja. Ah bayangkan saja,
klakson yang dibunyikan saat kemacetan membuatku merasa muak.
Ku putuskan
saja berjalan perlahan, menuju meja dapur dan mulai ku seduh kopi. ah...entah
apa yang membuatku tidur siang. Aku serasa hilang ingatan, tidak bisa memang
jika ku cerita.
Aroma
kopi sedikit membuat saraf-sarafku kembali normal. Ku putuskan lagi untuk mengingat
apa-apa yang membuatku tidur siang, sampai sore ini aku seolah kehilangan
bagian diriku. Aku tak tahu apa itu, semacam pecahan mozaik dari dalam tubuhku
mungkin?
Aku suka
membaca beberapa kisah orang-orang hebat. Soe hok gie misalnya, lelaki yang
periang dan pandai dan harus mati tercekik gas beracun. Tapi bukan itu yang aku
cari dari biografi orang-orang hebat. Buatku yang menarik adalah saat mereka
menjelang kematian. Ketika mereka
bertanya bagaimana sepinya saat ajal, itulah yang selalu aku cari dalam
kisah-kisah orang.
Misalnya
“orang aneh”, aku tahu kisahnya sangat rumit. Tapi yang aku pahami, bertapa
sunyinya kematiannya. Atau Chairil- penyair besar indonesia- itu, betapa ia
tercekiknya kematian menjelang kematian dengan cintanya, ida. Itu menurutku.
Hari
ini ku seret kursi itu di depan jendela, disana aku bisah membaca sampai tengah
malam. tidak banyak buku, aku lebih suka mengulangi setiap halaman, kata
perkata ataupun kalimatnya. Aku bukan orang sepandai itu. mungkin kelemahanku
adalah menyeimbangkan otak kanan dan kiriku. Ah...apalagi untuk bacaan yang
sangat berat, ku rasa butuh waktu setahun atau lebih. MADILOG mungkin.
Di jendela
ini, udara siap mengusap setiap kegelisahan. Baru saja hari ini aku bertanya
pada seorang gadis. Apa kau mempunyai kegelisahan yang sama denganku? Aku tak
tahu, apa jawabannya. Tapi hal bodo juga. Bukankah “cinta” hanya berbicara
nafsu? Tetapi aku selalu mencari sanggahan untuk hal itu.
Lupakan...,
memang hari ini aku lagi kehilangan salah satu dari tubuhku. Yang ku ingat
setelah pulang dari kaffe itu hanya, aku sangat merasa lelah sekali, dan Madam
terus saja ngomel. “pengangguran” atau “orang lemah”. Jika kemarin kata-kata
itu membuatku naik pitam. Siang tadi tidak begitu. Benar-benar aneh. mungkin
juga aku sudah terbiasa bukan.
Edgar
Allan Poe, kurasa ia pun mempunyai cara bercerita yang baik. Aku suka
tulisannya. Masih berkutat dengan ajal. Ia suka bercerita tentang pembunuhan,
dan itulah daya tariknya. “hati-hati yang meracau” dalam tulisannya ia berbica
soal kegilaannya. Ah..., gila. Bukankah baru tadi siang juga kau sedang
mengamati gadis itu. ya..., sebelum tidur siang juga aku ingat, matanya nan
biru itu. mungkin sama yang di ceritakan oleh Edgar Allan Poe, matanya bagaikan
mata pemburu. Kurasa juga seperti, gadis itu punya bayang-bayang mata yang
sangat dalam. Kurasa! Ada dendam disana.
Aku sedang
mengacau. Apalagi besok aku sudah akan melupan gadis itu. sebelum aku punya
pekerjaan. Ku selesaikan saja bacaanku sekarang. MADILOG, Tan Malaka
0 komentar: