La Dauce Folie (lanjutan)

00.01 0 Comments





Jam 6 sore...
Aku terbangun, beberapa hal terasa aneh dan kepalaku sangat pening. Memang yang tampak beda secara melela yaitu ketiadaan matahri. Udara dingin sore, merasuk di pagar-pagar rumah dan orang-orang baru saja pulang kerja. Ah bayangkan saja, klakson yang dibunyikan saat kemacetan membuatku merasa muak.
Ku putuskan saja berjalan perlahan, menuju meja dapur dan mulai ku seduh kopi. ah...entah apa yang membuatku tidur siang. Aku serasa hilang ingatan, tidak bisa memang jika ku cerita.
Aroma kopi sedikit membuat saraf-sarafku kembali normal. Ku putuskan lagi untuk mengingat apa-apa yang membuatku tidur siang, sampai sore ini aku seolah kehilangan bagian diriku. Aku tak tahu apa itu, semacam pecahan mozaik dari dalam tubuhku mungkin?
Aku suka membaca beberapa kisah orang-orang hebat. Soe hok gie misalnya, lelaki yang periang dan pandai dan harus mati tercekik gas beracun. Tapi bukan itu yang aku cari dari biografi orang-orang hebat. Buatku yang menarik adalah saat mereka menjelang kematian.  Ketika mereka bertanya bagaimana sepinya saat ajal, itulah yang selalu aku cari dalam kisah-kisah orang.
Misalnya “orang aneh”, aku tahu kisahnya sangat rumit. Tapi yang aku pahami, bertapa sunyinya kematiannya. Atau Chairil- penyair besar indonesia- itu, betapa ia tercekiknya kematian menjelang kematian dengan cintanya, ida. Itu menurutku.
Hari ini ku seret kursi itu di depan jendela, disana aku bisah membaca sampai tengah malam. tidak banyak buku, aku lebih suka mengulangi setiap halaman, kata perkata ataupun kalimatnya. Aku bukan orang sepandai itu. mungkin kelemahanku adalah menyeimbangkan otak kanan dan kiriku. Ah...apalagi untuk bacaan yang sangat berat, ku rasa butuh waktu setahun atau lebih. MADILOG mungkin.
Di jendela ini, udara siap mengusap setiap kegelisahan. Baru saja hari ini aku bertanya pada seorang gadis. Apa kau mempunyai kegelisahan yang sama denganku? Aku tak tahu, apa jawabannya. Tapi hal bodo juga. Bukankah “cinta” hanya berbicara nafsu? Tetapi aku selalu mencari sanggahan untuk hal itu.
Lupakan..., memang hari ini aku lagi kehilangan salah satu dari tubuhku. Yang ku ingat setelah pulang dari kaffe itu hanya, aku sangat merasa lelah sekali, dan Madam terus saja ngomel. “pengangguran” atau “orang lemah”. Jika kemarin kata-kata itu membuatku naik pitam. Siang tadi tidak begitu. Benar-benar aneh. mungkin juga aku sudah terbiasa bukan.
Edgar Allan Poe, kurasa ia pun mempunyai cara bercerita yang baik. Aku suka tulisannya. Masih berkutat dengan ajal. Ia suka bercerita tentang pembunuhan, dan itulah daya tariknya. “hati-hati yang meracau” dalam tulisannya ia berbica soal kegilaannya. Ah..., gila. Bukankah baru tadi siang juga kau sedang mengamati gadis itu. ya..., sebelum tidur siang juga aku ingat, matanya nan biru itu. mungkin sama yang di ceritakan oleh Edgar Allan Poe, matanya bagaikan mata pemburu. Kurasa juga seperti, gadis itu punya bayang-bayang mata yang sangat dalam. Kurasa! Ada dendam disana.
Aku sedang mengacau. Apalagi besok aku sudah akan melupan gadis itu. sebelum aku punya pekerjaan. Ku selesaikan saja bacaanku sekarang. MADILOG, Tan Malaka


afifi

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar: