Ia Ingin Membunuhku Dengan Buku
Ia membunuhku dengan cara
diam-diam. Lewat buku yang aku pinjam- sebetulnya ingin aku pinjam. Kebetulan buku
itu sudah menjadi incaranku sejak lama, mungkin karena kantong tipis aku tidak
bisa pernah membelinya. Aku suka cara penceritaannya dalam bertutur yang ada
didalamnya. Sedikit lebih romantis dan apa adanya. Mungkin itu kejujuran sang
penulis. Juga dalam beberapa kalimatnya aku menduga itulah si penulis yang
berusaha menggeluarkan keluh kesahnya beberapa kali ia kecewa.
Penulis buku itu tampak
begitu cerdas dan cakap. Tak ada penulis yang segila itu, tampak lebih natural
aja. Aku hanya punya dua buku karangannya. Dan itu buku yang tampak romantis. Buku
sastra yang tidak jauh dari kata pengulangan para penulis lainnya: cinta. Tapi lihat
dia membukusnya sangat rapi. Cerpen yang puitis atau puisi dalam cerpen? Itulah
pertanyaan yang sekian kali aku lontarkan dalam benak.
Aku menangkap pemindahan
tempat yang sangat unik. Dialog yang segar dan lain sebagainya telah aku
temukan ke dua buku yang aku punya. Sisi jenaka dan ada kritik sosial pula,
lihat bagaimana itu masuk kedalam kisah romantis (novel cinta) yang memuat
patah hati, jatuh cinta dll. Itu luar biasa. titik inilah yang kemudian menjadi
favoritku.
Tapi kawanku-si empunya
buku yang ingin aku pinjam- benar-benar kurang ajar. Bagaimana tidak? Ia membacakan
beberapa buku itu dan mengirimnya lewat voicenote aja. Itu terasa ngilu
juga romantis. Ngilu: karena itu membuatku penasaran dan aku tak ingin mati
karena ini. sudah terlalu banyak penasaran yang masuk ke diriku. Romantis: Ya bagaimana
lagi jomblo ga’ punya kerjaan dapat kiriman kata-kata indah semacam itu. “Aku bicara
soal ingatan dan beberapa hujan yang kenapa ia kekal dalam ingatan.....”
kira-kira begitu kata-kata itu ia kirim kepadaku. Dengan suara lembut dan
centil. Itu romantis dan ngilu sekali lagi.
Jadi rasanya aku
mengingat kembali kata-kataku. “Seperti penjual ikan yang menyimpan pegal disekujur
tubuhnya.” Dia gila bukan. Membuatku seperti ini. Apalagi hari ini aku ingin
pergi kerumah pacar, dan gagal karena sebuah buku. Aku gila dan dia juga lebih
edan. Membunuh teman sendiri semacam ini.
Padahal aku sudah
tegaskan bahwa aku tidak ingin mati karena kata “penasaran”. Bahkan aku sempat
merayunya “kau tidak pantas jadi pembunuh”, tapi apa yang aku dapat. Ia terus
membrondong semacam senapan saja dengan mengirim kata-kata yang dikemas dengan
suara centil. Itu membuatku ngilu. Tak ada kata selain kampret, wedus, asem dan
lain sebagainya karena ini. Ia telah membunuhku dengan membuatku penasaran dengan
isi buku yang ia punya.
Dan ingin saya tegaskan
lagi kata-kataku: Kampret. Aku gagal ke rumah pacar karena ini: ingin di bunuh
secara diam diam oleh sahabat sendiri....
0 komentar: