Memastikan Sesuatu yang Luput

20.10 0 Comments






Semua berttato namamu. Di sebuah piring masih tergeletak pistol bermoncong panas dan berbau segar. Habis sudah. Kay kekasihku mati di pelukku hari ini. Ada apa sebenarnya? Entah dan itu selalu yang kupertanyakan bukankah orang mencintai harus terus menjaga. Tapi aku membunuh kekasihku saat makan malam.

***

Selalu ada yang luput. Aku memakan roti di pagi hari. Ada remah yang luput tak termakan. Ketika aku menyecap kopi. Selalu ada yang luput di bibir gelasku. Dan selalu memberi garis bawah dengan tanda Tanya yang besar. “Ada apa?”

Aku cemburu? Entah? Yang terpenting ada yang luput itu saja.

Malas dan bangsat! Kisah aneh itu tak akan membawaku kemana-mana. Aku harus tetap tenang. Kembali ku aduk kopiku. Ada apa? Terasa ada yang asing dalam kopiku. Sebagian yang luputkah? Mengisi alam linglungku.

“Apa engkau baik?” pertanyaan itu melingkar dalam otakku saat memasukkan serbuk kopi lagi. Entah bagaimana? Yang terpenting sebuah kopi berusaha membawaku berpikir baik. Namun sesuatu yang luput padaku menuding untuk berbuat buruk.
“Pagi” itu suaramu
“Hanya butuh tidur” kataku. Sambil mengusap mata.
“Kau masih suka dengan bacaan-bacaan yang membuatmu tak waras?”
“Aku harus tidur, pembahasan bacaan masih saja” aku menaruh kotak kecil yang bercahaya merusak mata itu kembali. Lantas tidur. Mungkin engkau juga berteriak lama.

***

 “Kapan kau pulang?” kataku
“Kapan kau belajar membuka kalimat tanyamu?” kutukmu
“Oke, aku rindu kamu dan kapan kau pulang?” ulangku
“Terdengar malas, tapi cukup membuatku senang”
“Jawaban atas pertanyaanku dimana?”
Tiba-tiba ada nada bib. Semua berakhir pada hari ini.

Aku mengaduk kopi. Ada rasa baik. Jadi aku menduga-duga begitulah saat aku denganmu. Setelahnya aku meminumnya, barang setenggak. Kau? Jangan-jangan kau sedang makan malam dengan seseorang, temanmu yang lebih baik dariku. Semua terasa aneh. Semua. Gamang. Bukankah aku telah berhenti minum kopi? 

Selalu ada yang luput.

Setelah kau pulang. Juga setelah aku menembus rasa cemburuku. Kita baru punya waktu. Aku mengetik tentang namamu, di sepanjang kotak kecil itu. mengulang huruf yang sama. Memintamu bertemu. Aku tak punya kalimat bagus rasanya.

“Mau makan dimana?”
“ikut” kataku dengan malas.
“Dimana selalu gak jelas”
“Yang penting ada kopi”
“Kau sedang cemas atau kepengen?”
“Aku ingin bicara padamu”

Kopi terhidang. Dan kau mengeluarkan pistol di piring. Semua tampak luput. Kau ganjil. Aku membrondong dengan kalimat yang mencemaskan. Selalu begitu, selalu protes “apa kau baik-baik saja?”

Dan kau mati. Tak ada penghianatan. Aku hanya memastikan sesuatu yang luput.

***

Tiba-tiba terasa cepat. Terasa begitu jomplang. Terasa membabi buta. Aku sepagi ini bangun dengan lolongan anjing. Di tempat yang asing. Dingin dan beku.

Kepala pening. Di ruangan penuh cahaya tajam. Aku duduk. Membelakangi segala bacaan. Tak ada yang menarik rasanya. Tapi aku mengambil satu. Aku menghabiskannya. Mengawali dengan rasa berat dan mengakhiri dengan “tulisan yang sulit”. Tapi tetap saja otakku kosong.

Ada rasa cemburu, ada rasa bersalah ada rasa khawatir.

Ruangan ini penuh dengan orang asing. Mereka bersitatap dan berbicara dengan Bahasa jauh.
Aku tak berada pada tempat sebisig ini. Ada suara pesawat. Ada suaru yang tiba-tiba hilang. Begitulah ritmenya. Menjadi lingkaran yang tak bias terputus.

Anjing masih menggonggong. Aku masih membelakangi segala bentuk bacaan. Aku sudah habis satu. Tapi kenapa betap cemas, cemburu dan khawatir. Ada yang luput. Semua dicatat di otakku tanpa di ajak kompromi.

Kenapa mua terasa tiba-tiba. Pagi menjadi lambat. Tadi aku terbangun pukul 7.00 seperti biasa. Dan setelah mengahabiskan satu buku dengan ketebalan 300 halaman, ternyata waktu masih pukul 8.00. ada yang salah, tapi apa? Selalu ada yang luput.
Tempat asing, tempat aneh, dan apa jadinya terus begini?

Kemudian yang kembali menyerangku adalah ruas jalan kota, menuju rumah makan itu. jalan tidak ada sinyal ponsel. Aku sudah mengatakan ini pada kekasihku. Aku tidak suka jalanan ini. Kay malah menanyakan sesuatu yang tak ku ragukan selama ini .

“Mau berdoa?” bisiknya
Dan aku menjawab “aku tak yakin betul tentang tuhan. Kamu mau mengajariku?”
Tiba-tiba bayangan ibuku dating. Aku menjadi lapar. Ada ikan wader di otakku, ikan bumbu mrica yang pedas menyiksa air liurku. Apa itu yang membuatku bersalah? Benar saja ponselku bergetar. Aneh. Ada pesan pendek yang panjang. “Selamat datang di alam terakhir, tempat orang memanen segala apa yang luput. Silakan menuju pintu yang ke Sembilan dan cobalah memilih benda yang paling berharga untukmu”

Ada pistol. Dan aku ambil. Mengesampingkan bunga, puisi dan buku bacaan yang pernah ingin di bahas kekasihku.

“Aku dimana?”

“Alam terakhir, kau sudah mati di racun kekasihmu dan kau membunuh kekasihmu dengan pistol, jadi barang apa yang kau bawa untuk bekal?” kata penjaga pintu

Aku menunjukkan pistol sambal berkata “jaga-jaga untuk memastikan keamanan nanti”


2017

afifi

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard. Google

0 komentar: