Obrolan Sepi
ilustrasi: internet |
Kawananku, bocah
laki-laki sedang bicara. Lima sampai delapan. Aku tak bisa memastikannya.
Kadang datang dan pergi. Dengan segala keributan diri, ia menyiapkan yang perlu
disiapkan saat ngobrol. Kisah petualang seorang cewek dengan sejumlah
laki-lakinya atau sebaliknya. Cerita panjang penangkapan seorang pemuda yang
terduga mencuri setiap pengetahuan dari kepala masing-masing orang di kota ini.
Pada akhirnya mereka jatuh pada kesimpulan paling bijak: adakah kopi?
Aku tahu itu dari
Bojo Galak. NDX AKA yang bikin, aku
ngrasa semboyan ini seperti milik Gus Dur bapak bangsa itu. Gitu aja kok repot dan kuat di lakoni, gak kuat tinggal ngopi.
Semua keruetan dalam hidup kami jatuh kesana. Secangkir kopi dengan
membayangkan senyummu merupakan sisi keindahan dunia yang lain, dan semua beres
masalahku selesai disana. Pun dengan kawanku, tentu dengan senyum wanita lain
yang lebih mereka idamkan.
Ruang temu yang mungkin saja akan menjadi
bertemu raungan.
Dan kami masih
bisa melarikan pembicaraan kami kemanapun.
Pemuda A
memulainya dengan pertanyaan sederhana. “apa yang akan kau lakukan jika
mempunyai uang 5 T.? Tapi hanya boleh mengambil satu pilihan saja” pemuda S
memprotes “mana bisa begitu?”
“hidup pilihan”
kata getirnya muncul
Dari lima empat
lelaki yang bertahan sepontan melirik satu sama lain. Memutar otak. Betapa
sesuatu sulit jika dihadapkan pada banyak keinginan tapi hanya memilih satu.
“Aku lebih memilih membeli partai politik. Banteng, Beringin dan kepala burung
emprit kuning Itu, aku akan menguasai Indonesia dan menjual sawit, minyak bumi
dan lain sebagainya dari negri ini. juga menguasai televisinya” kata K
“nyawer biduan
dan menjadikannya istri” kata W
“Membeli Bank
untuk menyimpan sisa uangku 5 T” kata S
Kemudian aku
berpikir akan melamar kamu. Tapi ku urungkan segera. Betapa sunyinya
pembicaraan kami tadi. Jadi kau bisa menebak, apa pekerjaan kami. Jadi ku
kutipkan ini untukmu dari Chairil Anwar.
Bukan maksud mau berbagi nasib
Nasib adalah kesunyian masing-masing
[.....]
Kupilih kau dari yang banyak, tapi
sebentar
kita sudah dalam sepi lagi terjaring
aku pernah ingin benar padamu
di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali
[....] jangan satukan hidupmu dengan hidupku [....]
[....] ini juga kutulis di kapal, di laut tidak
bernama.
0 komentar: